BANTU LARISI TOKOKU YA
KHOLSTORE
Banner IDwebhost
Peran Nahdlatul Ulama pada Masa Pendudukan Jepang

Peran Nahdlatul Ulama pada Masa Pendudukan Jepang

Baca juga PERAN NAHDLATUL ULAMA PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA

Assalamu'alaikum. Apa kabarnya hari ini, saudaraku? Semoga sehat selalu, ya. Alhamdulillah saya masih diberi kesehatan, dan pada kesempatan kali ini kita akan mengenal lebih jauh tentang NU, dan pada post ini yaitu Peranan Nahdlatul Ulama dalam Memperjuangkan Berdirinya Negara Republik Indonesia. OK, langsung saja kita ke TKP . . .

Sejarah singkat Indonesia mencatat perkembangan baru setelah Maret 1942 Jepang menggantikan kedudukan Belanda. Pada mulanya kedatangan Jepang disambut baik olehbangsa Indonesia, tetapi berubah menjadi kebencian setelah diketahui bahwa Jepang tidak lebih baik dari Belanda.

Rezim baru ini segera tampak lebih represif (menekan). Jendral Imamura (Panglima Jepang pertama di Jawa) mengeluarkan dekrit yang membekukan aktivitas organisasi politik dan organisasi sosial kemasyrakatan. Larangan ini sama artinya dengan membunuh aktivitas organisasi politik dan organisasi sosial kemasyrakatan, termasuk Nahdlatul dan MIAI. Bahkan K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Mahfudz Shiddiq ditahan oleh Jepang

Ketika aktivitas organisasi kemasyrakatan dibekukan, perjuangan ulama NU difokuskan melalui jalur diplomasi. K.H. Abdul Wachid Hasyim dan beberapa ulama lain masuk sebagai anggota Chuo Sangi-In (parlemen buatan Jepang). Melalui parlemen ini K.H. Abdul Wachid Hasyim meminta Jepang mengizinkan Nahdlatul Ulama diaktifkan kembali dan pada bulan September 1943 permintaan tersebut dikabulkan.

Pada akhir Oktober 1943 perjuangan diplomasi terus ditingkatkan melalui berdirinya wadah perjuangan baru bagi umat Islam Indonesia yang bernama Majelis Syura Muslimiin Indonesia (Masyumi). K.H. Hasyim Asy'ari diangkat sebagai pemimpin tertinggi dan K.H. Abdul Wachid Hasyim duduk sebagai wakilnya. Masyumi adalah kelanjutan dari MIAI yang dibubarkan Jepang.

Melalui Masyumi K.H. Abdul Wachid Hasyim meminta Jepang melatih kemiliteran para santri di pesantren secara khusus dan terpisah. Pada 14 Okober 1944 permintaan itu dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah dan Sabilillah. Permintaan ini merupakan akal cerdik K.H. Abdul Wachid Hasyim, sebab akhirnya nanti justru akan mengadili Jepang dengan pucuk senjata.

Sementara di bidang politik, selain aktif dalam Masyumim K.H. Abdul Wachid Hasyim juga duduk sebagai pimpinan tertinggi di Shumubu (Kantor Urusan Agama) menggantikan K.H. Hasyim Asy'ari. Shumubu pada awalnya dipimpin oleh Kolonel Horrie yang bertugas mengawasi secara ketat organisasi-organisasi Islam, terutama terhadap pendikikan Islam.

Sikap menentang keras NU terhadap Jepang terlihat ketika ada perintah untuk melakukan seikere (ritual penghormatan kepada Tenno Heika dengan posisi siap membungkukkan badan 90 derajat semacam rukuk dalam shalat). Perintah ini diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, setiap pagi sebelum melakukan aktivitas. K.H. Hasyim Asy'ari menyerukan kepada seluruh umat Islam khususnya warga NU untuk tidak melakukan seikere karena hukumnya haram.

Semasa pendudukan Jepang aktivitas NU terpusat pada perjuangan membela tanah air baik secara fisik maupun politik. NU sudah tidak lagi mengkhususkan diri pada urusan sosial kemasyrakatan dan keagamaan saja, melainkan juga melibatkan diri pada urusan politik.

Demikianlah Peran Nahdlatul Ulama pada Masa Pendudukan Jepang. Semoga bisa menambah wawasan kita. Akhir kata, wassalamualaikum wr.wb.

Komentar dan saran sangat kami butuhkan untuk meningkat kualitas blog kami

*Budayakan anti spam

Emoticon

banner