BANTU LARISI TOKOKU YA
KHOLSTORE
Banner IDwebhost
WASIAT

WASIAT



WASIAT
assalamu’alaikum shobat, salam sejahtera untuk kita semua. Bagaimana kabar shobat kholidintok.blogspot.com ?? sehat, kan? Semoga keluarga shobat sekalian selalu dilindungi Allah Swt.. Amiin Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin... kali ini saya akan berbagi mengenai APA ITU WASIAT? BAGAIMANA HUKUM WASIAT? APA SAJA RUKUN DAN SYARAT WASIAT? BAGAIMANA PELAKSANAAN WASIAT? dan APA HIKMAH DARI WASIAT? Baik, langsung saja ke topik. Berikut uraiannya:
Baca juga : Faraid ( Hukum Waris )
A.    PENGERTWAWAIAN WASIAT
           
            Wasiat menurut bahasa berasal dari bahasa Arab " وَصِيَّةٌ " yang berarti pesan.
            Menurut istilah (syara’) artinya: “Pesan terhadap sesuatu yang baik, yang harus dilaksanakan atau dijalankan sesudah seseorang meninggal dunia”
            Pengertian di atas adalah pengertian wasiat dalam arti umum. Baik mengenai pekerjaan/perbuatan yang harus dilaksanakan maupun harta yang ditinggalkan bila seseorang meninggal dunia. Adapun wasiat dalam arti khusus, yaitu hanya berkaitan dengan masalah harta. Jadi, yang dimaksud wasiat di sini adalah pesan seseorang untuk menasharrufkan/membelanjakan harta yang ditinggalkan jika ia telah meninggal dunia, dengan cara-cara yang baik yang telah ditetapkan. Misalnya, seseorang berwasiat: “Kalau saya meninggal dunia, mohon anak angkat saya diberikan bagian seperlima dari harta yang ditinggalkan.”

B.     HUKUM WASIAT

            Landasan hukum wasiat adalah sebagaimana firman Allah swt.:
Artinya:
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah/2:180)
            Jika dilihat dari segi cara obyek wasiat, maka hukum berwasiat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Wajib
Wajib, dalam hal yang berhubungan dengan hak Allah, seperti zakat, fidyah, puasa dan lain-lain yang merupakan utang yang wajib ditunaikan.
Segolongan ulama dan fuqaha seperti Qatadah, Ibnu Hazm, Taus Ibnu Mussayab, Ishaq bin Rawahah berpenadapat bahwa wasiat hukumnya wajib. Perintah wasiat dalam QS. Al-Baqarah/2:180 tidak mansukh (terhapus), tetapi tetap berlaku, yaitu untuk kerabat dekat yang tidak memperoleh bagian dalam warisan.
2.      Sunnah
Sunnah, apabila berwasiat kepada selain kerabat dekat dengan tujuan kemaslahatan dan mengharapkan ridha Allah swt. Pendapat ini dikuatkan oleh jumhur ulama termasuk di dalamnya mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Nabi saw. bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ  يُرِيْدُ أَنْ يُوْصِيَ فِيْهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَ وَصِيَّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ (رواه الشيخان و غيرهما)
Artinya:
“Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ‘Tidaklah hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkannya sampai lewat dua malam, kecuali wasiatnya itu dicatat’.” (HR. Bukhari Muslim dan lain-lain)
              Maksudnya ialah bahwa wasiat itu perlu segera dicatat atau disaksikan di depan orang lain.
3.      Makruh
Makruh, apabila hartanya sedikit tetapi ahli warisnya banyak, serta keadaan mereka sangat memerlukan harta warisan sebagai penunjang dalam hidupnya, atau biaya untuk melanjutkan sekolahnya.
4.      Haram
Haram, apabila harta yang diwasiatkan untuk tujuan yang dilarang oleh agama. Misanya, mewasiatkan untuk membangun tempat perjudian atau tempat maksiat.

C.    RUKUN DAN SYARAT WASIAT

Rukun wasiat adalah:
1.     Orang yang mewasiatkan (mushi).
2.     Orang/pihak yang menerima wasiat (musha lahu).
3.     Harta/sesuatu yang diwasiatkan (musha bihi).
4.     Ijab qabul (shighat wasiat).
1.      Syarat-syarat orang yang berwasiat:
a)      Baligh.
b)      Berakal sehat.
c)      Atas kehendak sendiri, tanpa paksaan dari pihak mana pun.
2.      Syarat-syarat orang/pihak yang menerima wasiat:
a)      Harus benar-benar ada, meskipun orang/pihak yang diberi wasiat tidak hadir pada saat diucapkan.
b)      Tidak menolak pemberian yang berwasiat.
c)      Bukan pembunuh orang yang berwasiat.
d)     Bukan ahli waris yang berhak menerima warisan dari orang yang berwasiat, kecuali atas persetujuan ahli waris lain.
Rosulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ سَمِعةُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ  سَلَّمَ يَقُوْلُ فِيْ خُطْبَتِهِ عَامَ حَجّةِ الْوَدَاعِ إِنَّ اللّٰهَ قَدْ أَعطَى لِكُلِّ ذِيْ حَقِّ حَقَّهُ فَلَا وَصِيّةَ لِوَارِثٍ (رواه احمد و الترمذو)
Artinya:
“Dari Abi Usmanah Al-Bahili ra. berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada orang yang punya hak, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris’.” (HR. Ahmad dan Titmidzi)
Artinya:
لَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ إِلَّا أَنْ يُجِيْزَ الْوَرَثَةُ (رواه الدارقطنى)
“Tidak boleh berwasiat kepada orang yang menerima warisan kecuali ahli-ahli warisnya membolehkannya.” (HR. Daruquthni)
3.      Syarat-syarat harta/sesuatu yang diwasiatkan:
a)      Jumlah wasiat tidak lebih dari sepertiga dari seluruh harta yang ditinggalkan.
b)      Dapat berpindah milik dari seseorang kepada orang lain.
c)      Harus ada ketika wasiat diucapkan.
d)     Harus dapat memberi manfaat.
e)      Tidak bertentangan dengan hukum syara’, misalnya, wasiat agar membuat bangunan megah di atas kuburannya.
4.      Syarat-syarat shighat:
a)      Kalimatnya dapat dimengerti atau dipahami, baik dengan lisan maupun tulisan.
b)      Penerimaan wasiat diucapkan setelah orang yang berwasiat meninggal dunia.

D.    PELAKSANAAN DALAM WASIAT

1.      Kadar Wasiat
              Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta yang dipunyai oleh orang yang berwasiat. Yaitu harta bersih setelah dikurangi utang apabila orang yang berwasiat meninggalkan utang. Misalnya, orang yang berwasiat meninggal dunia dan meninggalkan harta berupa uang satu milyar: Ternyata ia mempunyai utang 500 juta, maka uang wasiat yang dikeluarkan adalah sepertiga dari 500 juta, bukan sepertiga dari satu milyar.
Rasulullah saw. bersabda:
Artinya:
إِنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيْرٌ (رواه البخارى و مسلم)
“Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu sudah banyak’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
              Berdasarkan hadits di atas, banyak ulama menetapkan, sebaiknya wasiat itu kurang dari sepertiga bagian dari harta yang dimiliki, apalagi bila ahli warisnya terdiri dari orang-orang yang membutuhkan harta warisan untuk biaya hidup.
              Ketika Sa’ad bin Abi Waqash sakit bertanya kepada Nabi saw., “Apakah boleh aku berwasiat dua pertiga atau setengah dari harta yang kumiliki?” Rasulullah menjawab:
Artinya:
قَالَ : لَا٬ قُلْتُ :  فَاالثُّلُثُ ؟ قَالَ : الثُّلُثُ والثُّلُثُ كَثِيرٌ ٳِنّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسَ (رواه البخارى ومسلم)
“Tidak, ‘Saya bertanya lagi, ‘(Bagaimana kalau) sepertiga?’ Nabi menjawab, ‘(Ya) sepertiga. Sepertiga itu pun banyak. Sesungguhnya engkau tinggalkan ahli waris dalam keadaan cukup itu lebih baik daripada engkau meninggalkan dalam keadaan papa dan harus meminta-minta kepada orang lain’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
              Dengan demikian, maka ketentuan hadits di atas, wasiat yang diberikan oleh orang yang akan meninggal dunia adalah sepertiga dari harta yang dipunyainya. Meskipun seandainya orang yang akan meninggal tersebut mewasiatkan seluruh hartanya, maka tetap pelaksanaannya tidak boleh melebihi sepertiga dari harta yang ditinggalkannya.
2.      Wasiat Bagi Orang yang Tidak Mempunyai Ahli Waris
      Para ulama sepakat bahwa batas minimal harta yang diwasiatkan adalah sepertiga harta. Jika lebih dari itu hendaklah atas persetujuan ahli waris dan dengan catatan tidak menyebabkan mudharat bagi ahli waris. Bahkan ulama Zhahiriyah berpendapat bahwa wasiat itu tidak boleh lebih dari sepertiga dari harta yang dimiliki mushi, meskipun ada persetujuan dari ahli waris.
      Adapun kadar wasiat bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris, para ulama berbeda pendapat, antara lain sebagai berikut:
a.       Sebagian berpendapat bahwa orang yang tidak mempunyai ahli waris tidak boleh berwasiat lebih dari sepertiga harta miliknya. Alasan mereka didasarkan kepada hadits-hadits Nabi saw. yang shahih yang mengatakan bahwa sepertiga itu pun sudah banyak, dan Nabi saw, tidak memberikan pengecualian kepada orang yang tidak mempunyai ahli waris,
b.      Sebagian ulama lain berpendapat, bahwa orang yang tidak mempunyai ahli waris boleh mewasiatkan lebih dari sepertiga hartanya. Mereka beralasan bahwa hadits-hadits Nabi saw. Yang membatasi sepertiga adalah karena ada ahli waris yang sebaiknya ditinggalkan dalam keadaan cukup dari pada dalam keadaan miskin. Maka apabila ahli waris tidak ada, pembatasan sepertiga itu tidak berlaku. Pendapat di atas dikemukakan olwh Ibnu Mas’ud, Ibnu Ubadah, Masruq, dan diikuti oleh ulama-ulama Hanafiah.

E.     HIKMAH WASIAT

1.     Menaati perintah Allah swt. Sebagaimana tertuang dalam QS. Al-Baqarah/2:180.
2.     Sebagai amal jariyah seseorang setelah meninggal dunia.
3.     Menghormati nilai-nilai kemanusiaan, terutama bagi kerabat atau orang lain yang tidak mendapat warisan.


Demikianlah postingan saya kali ini mengenai Pengertian Wasiat, Hukum Wasiat, Rukun Dan Syarat Wasiat, Pelaksanaan dalam Wasiat, dan Hikmah Wasiat. Dan terimakasih sudah mampir ke blog ini, kritik dan saran sangat diperlukan untuk memperbaiki kekeliruan. Semoga bermanfaat ya, shobat. Wassalamu’alaikum...

JIKA ANDA DATANG DARI ACCOUNT GOOGLE+, SILAHKAN VOTE +1 UNTUK HALAMAN INI. TERIMAKASIH ATAS BANTUANNYA.
Share on:
§  Google+

images_037.jpg
t: twitter.com/Kholidin_Alian
f: fb.com/chaulidin

Komentar dan saran sangat kami butuhkan untuk meningkat kualitas blog kami

*Budayakan anti spam

Emoticon

banner